Buku ini akan membawa kita seolah seperti mesin waktu pada sebuah tempat bernama Roma untuk menyaksikan perjalanan seorang putra terbaiknya. Perjalanan seorang yang bukan bagian dari kaum aristokrat, yang dengan kemampuannya yang luar biasa mengantarnya pada sebuah jabatan impiannya, seorang konsul di Roma. Karir politiknya yang berisi jabat tangan, saling memunggungi, kisah yang disimak, kebosanan yang ditanggung, petisi yang diterima, lelucon yang dilontarkan, janji yang diberikan, dan tokoh setempat yang dibujuk dan disanjung.
Tiro, juga menceritakan pada kita dengan gamblang, bagaimana seorang Cicero muda, yang menderita kelelahan saraf dan sedang berjuang mengatasi cacat alami yang besar, yang saat itu suaranya belum menjadi alat menggetarkan seperti di kemudian hari, hanya suara serak yang sesekali cenderung gagap, yang menderita insomnia kronis dan lemah pencernaan- mendaftar di sekolah Apollonius Molon, lalu menjejaki karirnya hingga menduduki jabatan konsul terpilih.
Ratusan orang mengincar kekuasaan tersebut, tetapi Cicero, adalah sosok unik dalam sejarah republik ini. Dia mengejar kekuasaan tanpa bantuan sumber daya apapun selain bakatnya sendiri. Dia bukan berasal dari keluarga aristokrat yang agung, dia tidak memiliki armada perang yang perkasa, dia tidak memiliki harta yang berlimpah. Yang dia miliki hanyalah suaranya yang dengan kekuatan tekad semata, dia mengubahnya menjadi suara paling termasyhur di dunia.
Dengan kecerdasannya, dengan kekuatan suaranya, Cicero mempertaruhkan kasus-kasusnya dan seluruh hidupnya demi ambisinya meraih jabatan tertinggi di republik Romawi. Imperium yang sesungguhnya.