Berlakunya UU No. 24/Prp/1960 di era orde lama maupun pada waktu UU No. 3/1971 pada era Orde Baru, kedua pemerintahan ternyata tidak mampu memberantas korupsi di Indonesia. Orde reformasi tampaknya sama dengan orde baru tidak bisa berbuat banyak memberantas korupsi. Setiap orde selalu berlindung pada alasan klasik pada perangkat hukumnya yang tidak cukup sempurna. Pernyataan tersebut sering digunakan sebagai alasan penyebab ketidakmampuan pemerintah memberantas korupsi. Oleh karena itu, dalam tahun 1999 diundangkanlah UU No. 31 /1999, yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 20/2001, sebagai pengganti UU No. 3/1971. Pada tanggal 27 Desember 2002 dikeluarkan UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) suatu lembaga independen yang diharapkan berperan besar dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kalaupun dengan perangkat hukum yang lebih sempurna tersebut di atas, pemberantasan korupsi jalan di tempat, mungkin sudah saatnya kita tidak lai menyalahkan perangkat hukumnya. Melainkan mencoba mencari penyebab lain, yaitu yang berada pada penegak hukumnya (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, termasuk KPK dan advokat). Mungkin pada merekalah kini yang menjadi penyebabnya. Dengan demikian, usaha pemerintah dan masyarakat Indonesia pada memperbaiki penegak hukumnya.
Buku ini mengulas perangkat hukum dalam memberantas korupsi yang bersumber pada UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001. Setiap tindak pidana korupsi dan hukum pidana formalnya diulas dengan pendekatan teoritik (doktrin hukum), yuridik dan empirik. Buku ini terdiri dari enamb bab:
• Bab 1 Pendahuluan
• Bab 2 Pembagian Tindak Pidana Korupsi
• Bab 3 Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi
• Bab 4 Subjk Hukum, Sistem Pemidanaan, Pertanggungjawaban Pidana Bagi Percobaan, Pembantuan dan Permufakatan Jahat Tindak Pidana Korupsi
• Bab 5 Hukum Pidana Formal Korupsi
• Bab 6 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi