Ada beberapa hal yang tidak bisa manusia pilih dalam hidup. Seperti, berjenis kelamin apa ketika dilahirkan, lahir dari rahim siapa, mati dengan cara apa. Tentang lahir dari rahim siapa, ke depannya seseorang ini akan memiliki hal-hal yang menakjubkan. Termasuk, bagaimana keluarga memiliki kemampuan finansial dalam hidup. Namun, sesuai janji Tuhan, di semesta ini, orang yang berusaha tentu akan mendapatkan ganjaran yang sepadan.
Jika, seseorang terlahir dari keluarga dengan latar belakang ekonomi yang kurang beruntung, ia bisa berusaha untuk merubah nasib itu dengan bekerja, dan lain sebagainya. Lantas, apakah orang yang terlahir dari latar belakang ekonomi yang kurang beruntung dilarang menjadi seseorang yang terdidik? Seberapa mahalkah pendidikan dan pengkotak-kotakan strata dalam masyarakat? Apakah orang tersebut tidak bisa merubah nasibnya?
Melalui novel memoar, karya Tara Westover, berjudul Educated yang diterjemahkan oleh Berkat Setio, dengan judul Terdidik, ini menghapus cara pandang orang pada umumnya. Orang yang senantiasa menganggap pendidikan hanya bisa diraih oleh orang-orang berlatar ekonomi baik patah seketika di dalam kisah ini.
Melalui tokoh aku yang hidup di sebuah keluarga yang secara finansial kurang beruntung, sosok aku terlahir dari enam bersaudara, tokoh aku yang merupaka penulis sendiri yaitu Tara Westover menggambarkan masa susah keluarganya hingga kekerasan yang dilakukan saudara laki-lakinya. Pada masa itu, untuk mendapatkan akte kelahiran saja merupakan kemahalan yang luar biasa.
Kisah yang sangat mengikat, ketika sosok aku, alias Tara dihadapkan pada sebuah kegetiran keluarga, perjuangannya, cara ia menyikapi hidup akhirnya menuntunnya pada sebuah kesadaran. Jika pendidikan merupakan kunci yang harusnya bisa mengentaskannya dari segala hal jelek yang ada di dunia.
Jatuh bangun yang ia alami, akhirnya ia mendapatkan gelar sarjana dengan caranya sendiri hingga PhD. Dari pemukiman kumuh telah lahir impiannya, Tara telah berhasil duduk di bangku Universitas Harvard dan Universitas Cambrige.
Meskipun demikian, tetap ada konflik di antara Tara dan saudaranya. Betapa, kisah Tara sebenarnya menginspirasi, Tara yang ditulis sendiri dengan sosok aku di dalam memoar yang tebalnya 516 halaman ini, merupakan sosok yang sadar, jika kehidupan yang ia miliki dan masalah yang menerpa hidupnya bisa diselesaikan dengan sekolah.
Tidak peduli dari latar belakang keluarga yang mapan secara ekonomi atau pun tidak, pendidikan memiliki peran penting. Saya tidak bisa melakukan spoiler jalan kisah yang ditulis Tara, yang bisa saya kabarkan adalah alur ditulis maju.
Bagi penulis resensi ini, membaca sendiri karya ini akan membuat kamu sebagai pembaca akan memiliki sudut pandang baru tentang permasalahan hidup yang ada.
Selamat mencari buku ini ya, bagi kamu yang belum membacanya.
Diresensi oleh:
Bare Kingkin Kinamu (Peserta Lomba Resensi Seri 1/2022)
Pemeriksa Ahli Pertama
Subauditorat Maluku Utara - BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara
Lahir dari keluarga komunitas penyintas di pegunungan Idaho, Tara Westover berusia tujuh belas tahun saat pertama kali menginjakkan kakinya di ruang kelas. Keluarganya sangat terisolasi dari masyarakat kebanyakan sehingga tidak ada yang memastikan apakah anak-anak mereka mendapatkan pendidikan, dan tidak ada yang turun tangan ketika salah seorang kakak laki-laki Tara melakukan kekerasan. Ketika
seorang kakak laki-lakinya yang lain masuk perguruan tinggi, Tara memutuskan untuk mencoba kehidupan baru. Pencariannya akan pengetahuan mengubahnya, membawanya melintasi lautan dan benua, ke Harvard University dan University of Cambridge. Baru setelah itu dia bertanya-tanya apakah dia telah bepergian terlalu jauh, apakah masih ada jalan pulang.