Kalau kisah cinta ditulis di kolam renang, lalu rumpun daun pisang di tepi dinding membungkusnya dan menjemurnya di atap alang-alang, mungkinkah burung burung gereja itu mau membacanya lalu membuat lagu untuk kedua lelaki tu yang merokok di balkon itu? Sedangkan suhu di Setrasari masih 17o dan air panas baru dimasak untuk kopi hitam tanpa gula. Apakah puisi harus berenang dulu agar bisa bercumbu dengan roman yang masih di angan-angan? Ah, kecipak-kecibung anak-anak menjerit kedinginan. (Para Que Sufrir, kata penyanyi Spanyol) Dan burung-burung mematuki huruf-huruf yang baru saja singgah di layar, ketika pengarangnya menggosok gigi. Tak tersisa lagi getar pandangan pertama, meskipun kisah cinta bisa melompat ke malam pertama. Tetapi komplotan unggas itu sudah mematuki semua kata cinta!