"Prof. Dr. Nurcholish Madjid lahir pada 17 Maret 1939, di tengah gejolak perjuangan politik menuju kemerdekaan Indonesia, di Desa Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur. Desa ini memiliki dinamika keagamaan yang istimewa tempat penghuninya meletakkan pendidikan pada posisi yang utama. Mayoritas penduduk Jombang adalah santri Muslim, dengan tradisi tarekat (sufisme) yang kuat dan secara otomatis menjadi bagian alami dari diri Nurcholish. Di Jombang pula dua intelektual Muslim lahir, yakni Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Emha Ainun Najib yang akrab disapa Cak Nun. Cak Nur sering disebut ""Guru Bangsa"" oleh karena mengilhami seluruh negeri dengan gagasan moderat, plural, toleran, dan demokratis serta cara berpikir inklusif dan dinamik. Tak salah jika Gus Dur, Presiden ke-4 RI ini menyebut Nurcholish sebagai, “Salah satu putra terbaik bangsa dan intelektual Muslim terbesar. Dia negarawan besar yang tidak pernah berpikir memperkaya diri dan keluarga. Yang mendidik negeri dengan intelektualitasnya dan kejujurannya.†Cak Nur terkenal dengan mengemukakan “Keislaman yang hanif†atau istilah yang lebih teknis adalah keislaman yang hanifiyat-u al-samhah, yaitu “keislaman yang terbuka pada kebenaran, yang membawa pada kelapangan hidup.
Konsep inilah yang kemudian ia mejelaskan bahwa sebaik-baik agama di sisi Allah ialah semangat mencari kebenaran yang lapang, tidak sempit, toleran, tanpa kefanatikan, dan membelenggu jiwa. Sebab itu Islam harus dipahami sebagai ajaran dan cita-cita, yang intinya ialah sikap hidup yang berserah diri kepada Tuhan. Dengan demikian, pemahaman kita kepada Islam adalah pemahaman yang terbuka, yang karena keterbukaannya itu ia bersikap inklusif dan mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil-alamin). Kemenangan Islam harus merupakan kebahagiaan bagi setiap orang, malah setiap makhluk. Inilah yang menjadi semangat dasar dari ide-ide Cak Nur yang tertuang dalam buku ini"